Posts

Showing posts from September, 2011

Pesantren Wahid Hasim, Condong Catur, Depok, Sleman

Image
Pesantren Wahid Hasyim dirintis oleh KH. Abdullah Hadi, seorang alumni pesantren Wonokromo, Bantul, pimpinan KH. Abdul Ghani. Selesai belajar Wonokromo tahun 1965, ia merintis sebuah Madrasah Diniyah bersama tiga orang warga masyarakat setempat. Madrasah diniyah tersebut dibagi ke dalam tiga kelas. Tidak ada seleksi formal untuk kenaikan kelas di madrasah ini. Setiap santri yang telah selesai mempelajari satu kitab, boleh naik kelas untuk mempelajari kitab lain yang lebih tinggi. Hal ini berjalan selama tiga tahun, madrasah inilah yang merupakan cikal bakal pesantren. Pada perkembangan selanjutnya, madrasah ini berubah menjadi Ibtidaiyah, dengan kurikulum Departemen Agama. Sejak saat itu, madrasah menerima bantuan guru negeri sebanyak tiga orang. Pada tahun 1973, sebuah sekolah PGA yang sedang mengalami krisis, bergabung dengan madrasah ini dalam pengelolaan KH. Abdullah Hadi. Di tangannya, sekolah PGA ini berhasl bertahan dan berkembang. Namun pada tahun 1980, PGA tersebut diubah men

Pesantren Sebagai Jangkar Nasionalisme

Image
Sejak awal sejarah perlawanan terhadap kolonial dilakukan oleh kalangan umat Islam, terhitung sejak pengusiran Portugis yang dilakukan oleh Adipati Unus terhadap penjajah portugis yang menduduki Malaka. Sejak itu kalangan santri selalu melakukan perlawanan terhadap penjajah, baik karena menjarah kekuasaan politik, menghisap seluruh hasil bumi, juga menindas bangsa Nusantara. Sementara kalangan non santri lebih bisa bekerjasama dengan penjajah, apakah itu Portugis, Belanda, Inggris atau Jepang. Mereka sebagai ambtenaar, sebagai serdadu bayaran, atau sebagai marsose. Bagi mereka tidak ada untungnya melawan Belanda, apalagi mereka sangat diuntungkan, baik secara ekonomi maupun politik dan sosial. Karena itu hampir tidak ada perlawanan terhadap penjajah yang dilakukan kelompok mereka. Semua perlawanan dating dari kaum santri. Hal itu tampaknya diakui pula oleh aktivis dan sekaligus sejarawan yakni Dr. Douwes Dekker atau Setiabudi mengatakan bahwa; jika tidak ada agama Isla

Pesantren Tani, Roti, dan Sampah

Image
Pondok pesantren Ashiriyyah yang berlokasi di Parung Bogor ini didirikan oleh Habib Saggaf Mahdi pada tahun 1998. Pembangunan pondok ini sebagai tanggapan Habib melihat jumlah pengangguran dan anak putus sekolah di lingkungan sekitar rumahnya. Ia percaya dengan pendidikan yang baik nasib kaum dhuafa bisa diperbaiki. Pesantren ini dimulai dari balai bambu berukuran 3 X 4 meter yang masih ada sampai sekarang. Pada awalnya, ia cuma memiliki seorang santri namun dalam tempo delapan tahun jumlah santrinya mencapai 8.000 orang. Setiap tahun ajaran, 700-an calon santri ingin bergabung. Daya tampung pesantren sudah melebihi kapasitas, tapi ia tidak bisa menolak santri baru sambil menyatakan bahwa anak-anak tersebut sangat memerlukan pendidikan. Oleh karena itu, kalangan santri pesantren ini berasal dari keluarga miskin, warga tak mampu maupun remaja putus sekolah. Pemandangan menarik ketika bulan puasa tiba. Seluruh santri diliburkan kegiatannya sampai setelah hari raya Idul Fitri. Da

Pesantren dan Civil Society

Image
PESANTREN adalah lembaga pendidikan dan dakwah Islam yang selama ratusan tahun menjalankan fungsinya sebagai pusat pendidikan dan sekaligus benteng pertahanan Islam Nusantara. Dari sosok kelembagaannya pesantren merupakan adopsi dari pusat-pusat pendidikan keagamaan yang telah ada sebelumnya, baik Hindu maupun Budha dalam asrama-asrama ( ashram ) pembinaan kader para imam sebagai pelayan  dan pembimbing kehidupan spiritual dan keagamaan masyarakat awam. Dalam tradisi Kristiani, lembaga sejenis ini dikenal dengan seminari-seminari. Seperti juga di lembaga sejenis dalam lingkungan umat yang berbeda, pesantren bukan hanya sebagai tempat pendalaman keilmuan dan tradisi keagamaan yang dianutnya,  tidak kalah penting adalah sebagai pusat pelayanan masyarakat dalam pengertian yang luas. Masyarakat Sipil ( Civil Society ) di lain pihak, dipahami sebagai gugusan masyarakat yang berada di luar domein kekuasaan Negara ( state ) yang dikenal sebagai Political Society. Sivil society adalah gugusa

Seratus Tahun ‘Ngalap Berkah’ di Ponpes Lirboyo

Image
Sedikitnya 9.000 santri Ponpes Lirboyo Kediri bersama warga setempat mengkuti Salat Id di Masjid Besar AL Hasan, Rabu (31/8). Ada tradisi yang tetap ditegakkan selama seratus usai Salat Id bagi para santri. Mereka tak lekas meninggalkan masjid meskipun salat dan khotbah selesai. Ribuan santri berjubel menunggu Kiai Idris duduk di kursi samping tempat imam guna menunaikan ritual ngalap berkah dengan cara sungkem. “Sungkem memiliki makna lebih dari meminta maaf. Para santri mencari berkah ( ngalap berkah ) dari sungkem tersebut,” tutur Muthi’ulloh, Pengurus Santri Putra Ponpes Lirboyo Kediri. Ia pun menambahkan tradisi sungkeman hanya dilakukan para santri putra saja pada Kiai Idris. “Bagi santri putri tidak diperkenankan, karena bukan muhrim (tidak memiliki hubungan darah),” tambahnya. Tradisi ngalap berkah dengan cara sungkem pada kiai telah dilakukan para santri Ponpes Lirboyo sejak zaman KH Abdul Karim, pendiri ponpes. “Sejak Kiai Abdul Karim hingga Mbah Kiai Idris, tradisi sungkem