Kebhinekaan dan Kebangsaan dalam Perspektif Islam Ahlussunnah wal Jama’ah [Bagian Kedua, Kebhinekaan Itu Sunatullah]
![]() |
KH. Dian Nafi |
Kebhinekaan
itu Sunatullah
Kebhinekaan itu merupakan kelaziman karena kuasa Allah (sunnatullah).
Allah SWT menciptakan manusia berbeda-beda
untuk saling mengenal dan menjadi bahan pelajaran.
“Hai
manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS
Al-Hujurat [49]: 13)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan
langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya
pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
mengetahui.” (QS Ar-Rum
[30]: 22)
Kebhinekaan juga terbentuk karena
corak hidup yang dipengaruhi oleh tabiat dan lingkungan alam tempat hidup
mereka. Corak hidup semacam itu membentuk budaya atau kultur yang berbeda.
“Katakanlah:
‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.’ Maka Tuhanmu lebih
mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (QS Al-Isra’ [17]: 84)
Termasuk
dalam pengertian keadaan disini ialah tabiat dan pengaruh alam sekitarnya.Kebhinekaan
itu juga ada yang terjadi karena hal-hal yang menetap, misalnya karena warna
kulit, ras, bangsa, dan suku. Kebhinekaan itu terjadi pula karena faktor-faktor
yang tidak menetap, misalnya karena kepentingan dan relasi.
“Manusia
dahulunya hanyalah satu umat, Kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena
suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi
keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” (QS Yunus [10]: 19)
Manusia pada
mulanya hidup rukun, bersatu dalam satu agama, sebagai satu keluarga. tetapi
setelah mereka berkembang biak dan setelah kepentingan mereka berbeda-beda,
maka timbullah berbagai kepercayaan yang menimbulkan perpecahan. Oleh karena
itu Allah mengutus rasul yang membawa wahyu dan untuk memberi petunjuk kepada
mereka. Perselisihan itu akan diputuskan oleh Allah kelak di akhirat.
“Dan
Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan manusia itu
(punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.” (QS Al-Furqan [25]: 54)
Mushaharah berarti hubungan kekeluargaan yang berasal dari
perkawinan, seperti menantu, ipar, mertua dan sebagainya.
Di dalam
mengelola perselisihan itu ada yang berhasil dan ada pula yang gagal, sehingga
perselisihan itu menjadi berlarut-larut, sehingga Allah mengutus para rasul
untuk menetapkan keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan.
“Manusia
itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus
para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab
yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang
mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang
yang telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri, maka
Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal
yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya dan Allah selalu memberi
petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS Al-Baqarah [2]: 213)
“Dan jikalau Tuhanmu
menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka
apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang
beriman semuanya?”
(QS Yunus [10]: 99)
[
Disiapkan oleh M. Dian Nafi’ sebagai Pengantar untuk Halqah “Membangun Karakter Kebangsaan Pemuda melalui Pesantren” Diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama di Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan, Jl. K.H. Samanhudi No. 64, Purwosari, Laweyan, Surakarta, 8-10 Oktober 2011]
Comments
Post a Comment